Thursday, April 27, 2017

"Lakukanlah dan Biarkan Alam Membimbing Kamu"

     "Lakukanlah dan biarkan alam membimbing kamu" adalah suatu kalimat yang pernah dilontarkan salah satu pecinta ilmu pengetahuan dan seni  kepada penulis sekitar 2 tahun yang lalu. Kalimat ini tiba-tiba terngiang-ngiang di kepala penulis. Mudah-mudahan sharing kali ini dapat memberikan manfaat.
     Berbicara mengenai hidup dan kehidupan, pasti tidak akan ada habisnya. Hidup ini amat misterius untuk diungkap semua misterinya. Salah satu misteri yang sulit terungkap adalah mengenai alasan kita hidup di dunia ini. Bagaimana tidak? Kita tidak pernah meminta untuk diberikan nafas kehidupan oleh Sang Pencipta, tapi nyatanya kita diberikan. Lalu, mengapa kita harus hidup? Tentu ini misteri yang tidak ada habisnya.
     Berbagai perspektif dilakukan untuk menjawab misteri-misteri yang tak terungkap ini. Ada yang menggunakan pendekatan agama, seperti kita hidup memiliki panggilan untuk mengerjakan sesuatu, seperti menjadi pemimpin agama tertentu, menjadi guru dan sebagainya. Menurut pandangan psikologi humanistik, mencapai aktualisasi diri merupakan salah satu hal yang penting untuk menjawab pertanyaan mengapa manusia itu hidup. Aktualisasi diri menyangkut pengenalan tentang dirinya, pemaknaan mengenai jati diri dan apa yang ingin ia kerjakan di dalam hidup ini.
     Namun, di luar dari semua pendekatan-pendekatan tersebut ( tentu banyak pendekatan-pendekatan lainnya), mungkin pendekatan terbaik tetap harus muncul dari dalam diri sendiri. Mungkin kita harus terus bertanya ke dalam diri kita sendiri, mengenai jati diri sejati kita, untuk apa kita hidup dan apa yang ingin kita lakukan di hidup ini. Semua pertanyaan ini tidak akan langsung terjawab begitu saja. Namun, di dalam proses menemukan jawabannya alam akan membimbing kita untuk menemukan jawabannya. Setelah menemukan jawabannya, maka akan muncul pertanyaan-pertanyaan lain dan alam akan membimbing kita menemukan jawabannya lagi, sampai menemukan kesimpulan-kesimpulan tertentu. Ketika kita sudah menemukan apa yang ingin kita lakukan, beranikah kita menjalankannya?
     Tentu tidak mudah, contohnya, bila seseorang ingin menjadi dokter, tetapi akan ada banyak hal dan resiko untuk mencapai yang ia inginkan. Memerlukan biaya yang banyak misalnya atau belajar hal-hal yang sulit. Tantangan-tantangan lain akan muncul. Lalu harus bagaimana? Mungkin jawabannya (meskipun terkesan klise dan umum) kita tidak boleh menyerah. Alam akan menuntun kita untuk menemukan jalan keluar. Selama apa yang kita ingin capai merupakan benar-benar sesuai dengan kehendak dari jati diri atau sesuai dengan hasil perenungan mengenai aktualisasi diri yang kita temukan di dalam hidup. Namun, sesuai atau tidak tentu harus diuji. Proses kehidupan seringkali mengarahkan kita ke tempat yang mungkin bukan kita harapkan. Tetapi, mungkin di sanalah terselubung bimbingan alam untuk membuat kita memahami yang sebenarnya kita inginkan, yang memang selaras dengan kealamian diri kita.
     Apakah tulisan ini benar? Ataukah penulis hanya mengada-ada? tentu pandangan skeptis seperti itu sangatlah wajar. Bahkan, mungkin ini masih sekedar hipotesis. Namun, paling tidak inilah kesimpulan sementara yang penulis dapatkan dari hasil buah perenungan kehidupan yang masih misterius ini. Semoga bermanfaat bagi setiap orang yang berusaha mencapai cita-cita, impian, maupun realisasi dari Diri-Sejatinya yang masih tersimpan di dalam lubuk hatinya. 

Sunday, April 23, 2017

Ketika Mengajar Musik Bukan Hanya Tentang Musik

     Tak dipungkiri bahwa musik adalah bagian yang tak terpisahkan dari manusia. Meskipun seseorang mengaku tidak menyukai musik, atau tidak suka mendengar musik, tapi keberadaan musik tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari manusia. Pasalnya, musik itu tak selalu berkaitan dengan nada-nada. Suara di sekitar kita, bunyi suara knalpot, bunyi material yang sedang dipukul, bunyi suara manusia, suara hewan, klakson mobil dan semua suara adalah bagian dari musik. Bahkan, kondisi hening atau tanpa suara adalah bagian dari musik.
     Dewasa ini, pembelajaran musik bukan lagi melalui trial and error saja, tetapi banyak kurusus, lembaga bahkan sekolah yang menyediakan pendidikan musik secara lebih formal. Namun, tak dipungkiri bahwa sebenarnya siswa-siswa yang mengikuti kursus tidak semuanya menyukai musik. Beberapa hanya karena kewajiban sekolahnya, sebagian mengisi waktu luang, sebagian karena paksaan dari orangtuanya. Lalu, apakah kita harus memaksakan para siswa untuk mencintai les musik?
     Sebagai salah satu orang yang bergelut di dalam dunia musik kerapkali menemukan situasi demikian. Mengetahui bahwa siswa akan sulit berkembang. Tak jarang bergumul dengan kondisi tersebut. Namun, setelah berada di dalam perenungan panjang, ada satu jawaban yang bisa dibagikan. Bahwa kita harus memberikan materi musik yang dibutuhkan siswa. Idealisme tetentu terkadang tidak membuahkan manfaat bagi orang lain dan diri sendiri. Akhirnya, penulis paham bahwa musik bukan hanya tentang musik.
     Beberapa siswa lebih membutuhkan filosofi dari musik dan pendidikannya dibandingkan kemampuan untuk menguasai instrument musiknya. Di dalam suatu musik dan pendidikan musik, terdapat nilai-nilai kehidupan, seperti keberagamaan, kebersamaan, indahnya hukum alam, kerja keras, kedisiplinan, saling menghargai, keindahan, kemandirian dan banyak hal lainnya.
     Penulis akan memberikan beberapa contoh penjelasan mengenai kaitan nilai-nilai tersebut dengan musik. Saling menghargai misalnya. Di dalam permainan musik solo maupun grup, biasanya akan selalu ada bagian yang mengiringi dan satu lagi merupakan bagian dari melodi lagu. Sebagai pengiring, sudah seyogyanya ia menghargai pemain soloist yang menampilkan melodi lagunya dengan cara bermain lebih lembut dan suara yang lebih pelan. Namun, di saat tertentu pengiring menjadi lebih menonjol, ketika bagian intro misalnya. Berarti dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, kita tahu kapan saatnya menonjol, kapan harus mengemukakan pendapat dan kapan harus menjadi tidak dominant dan menjadi supporter saja.
     Nilai kerja keras misalnya. Dalam pendidikan musik, kerja keras pasti dibutuhkan untuk menguasai instrument yang dipelajari. Namun, bagaimana bila siswa sebenarnya belajar musik karena paksaan? Ya itu tidak masalah kaitannya dengan nilai kerja keras ini. Hal ini memberikan makna bahwa terkadang di dalam kehidupan, meskipun kita tidak suka, kita tetap harus bekerja keras. kita tidak selalu hanya melakukan apa yang kita suka. Contoh nyata yang sering ditemukan adalah seringkali meskipun tidak menyukai suatu pekerjaan, seseorang harus tetap melakukan pekerjaannya untuk bertahan hidup.
     Tentu masih banyak contoh lainnya yang bisa dipetik. Penulis tidak tahu apakah kawan-kawan yang berkerja di bidang yang sama setuju atau tidak, tapi, itu yang penulis temukan di perjalanan hidup. Seperti kata seorang seniman Indonesia, Iskandar Surya Putra, akhirnya pekerjaan itu sendiri yang akan mengajari kita. Akhir kata, musik memang bagian dari hidup kita dan tak pernah terpisahkan.

Monday, April 17, 2017

MANUSIA bukan Manusia


     Sudah lama rasanya sejak terakhir penulis menulis sebuah artikel opini seperti ini. Namun, entah mungkin sedang menganggur atau mau berusaha berbagi hal-hal yang diperoleh dari perenungan kehidupan akan hal-hal yang telah dialami. Ya, penulis memang adalah seorang yang mencintai spritualitas dan pengelolaan diri. Sudah lama berkecimpung di dunia meditasi. Semoga tulisan ini bisa memberikan faedah yang bermanfaat bagi semua pembacanya.

     Manusia? Apakah arti sebenarnya dari kata-kata itu? Tentu semua orang pasti sangat tahu apa, siapa, bagaimana manusia itu. Namun, seiring perjalanan waktu, makna manusia pun berbeda-beda. Tentu hal tersebut sah-sah saja. Pastinya, manusia itu kompleks dan holistik. Banyak sekali misteri di dalam nya. Bahkan, menurut penulis, ribuan penelitian maupun ilmu seperti psikologi, belum mampu menguak misteri mengenai manusia seutuhnya.

     Misteri mngenai manusia merupakan misteri sepanjang masa. Ilmu agama, psikologi mermerisme dan bidang ilmu lainnya terus meneliti mengenai manusia. Namun, pada tulisan ini, penulis ingin memberikan sudut pandang lain. Manusia, seringkali hanya menunjuk pada makhluk hidup yang bisa berbicara, berpikir, dan memiliki akal budi. Namun, apakah manusia hanya sebatas itu? Tentu pendapat setiap orang akan berbeda. Penulis ingin menunjuk sisi lain dari manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Hal pertama adaah mengenai hati nurani. Dalam istilah psikologi, hati nurani seringkali dikaitkan dengan super ego atau norma-norma yang berlaku. Hal ini tidak dimiliki makhluk hidup lainnya. Perasaan memahami mana yang benar dan mana yang salah merupakan sensor terbaik bagi manusia yang sebenarnya merupakan landasan bagi manusia untuk berpikir dan bertingkahlaku. Namun, kerapkali, hati nurani menjadi hal yang terabaikan dan kurang dilestarikan.

     Selain hati nurani, manusia memiliki kemampuan untuk memahami. Memahami segala sesuatu hal. Di dalam memahami sesuatu akan muncul pemahaman. Di dalam pemahaman akan muncul kesadaran. Oleh sebab itu sebagai manusia yang utuh, manusia membutuhkan keseimbangan akan pemahaman dan hati nurani. Keseimbangan dari kedua variable tersebut membuat manusia menjadi MANUSIA.

     Beberapa ahli spiritual berkata bahwa manusia dapat mencapai pencerahan sempurna dan berada di dalam kebersatuan dengan sang Ilahi. Meskipun terdengar mengawang-awang. Sebenarnya hal ini menjadi masuk akal apabila hati nurani dan pemahaman memperoleh keseimbangan dari satu level menuju level yang lainnya. Maka, ketika aspek-aspek tersebut semakin baik dan kuat, manusia akan mampu memahami menganai misteri Ilahi dan menemukan kebesaran Yang Ilahi. Alangkah luar biasanya! Bayangkan! MANUSIA bisa merasakan kerinduan akan Tuhan yang terobati, bagaikan sungai yang menemukan samudera, di sana manusia tak terputus dengan sumbernya, ia menjadi MANUSIA.

     Tentu hal semacam ini tidak semudah itu untuk dialami. Namun, dengan pelatihan benar dan keyakinan, maka semua hal itu SANGATLAH MUNGKIN!