Sunday, April 23, 2017

Ketika Mengajar Musik Bukan Hanya Tentang Musik

     Tak dipungkiri bahwa musik adalah bagian yang tak terpisahkan dari manusia. Meskipun seseorang mengaku tidak menyukai musik, atau tidak suka mendengar musik, tapi keberadaan musik tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari manusia. Pasalnya, musik itu tak selalu berkaitan dengan nada-nada. Suara di sekitar kita, bunyi suara knalpot, bunyi material yang sedang dipukul, bunyi suara manusia, suara hewan, klakson mobil dan semua suara adalah bagian dari musik. Bahkan, kondisi hening atau tanpa suara adalah bagian dari musik.
     Dewasa ini, pembelajaran musik bukan lagi melalui trial and error saja, tetapi banyak kurusus, lembaga bahkan sekolah yang menyediakan pendidikan musik secara lebih formal. Namun, tak dipungkiri bahwa sebenarnya siswa-siswa yang mengikuti kursus tidak semuanya menyukai musik. Beberapa hanya karena kewajiban sekolahnya, sebagian mengisi waktu luang, sebagian karena paksaan dari orangtuanya. Lalu, apakah kita harus memaksakan para siswa untuk mencintai les musik?
     Sebagai salah satu orang yang bergelut di dalam dunia musik kerapkali menemukan situasi demikian. Mengetahui bahwa siswa akan sulit berkembang. Tak jarang bergumul dengan kondisi tersebut. Namun, setelah berada di dalam perenungan panjang, ada satu jawaban yang bisa dibagikan. Bahwa kita harus memberikan materi musik yang dibutuhkan siswa. Idealisme tetentu terkadang tidak membuahkan manfaat bagi orang lain dan diri sendiri. Akhirnya, penulis paham bahwa musik bukan hanya tentang musik.
     Beberapa siswa lebih membutuhkan filosofi dari musik dan pendidikannya dibandingkan kemampuan untuk menguasai instrument musiknya. Di dalam suatu musik dan pendidikan musik, terdapat nilai-nilai kehidupan, seperti keberagamaan, kebersamaan, indahnya hukum alam, kerja keras, kedisiplinan, saling menghargai, keindahan, kemandirian dan banyak hal lainnya.
     Penulis akan memberikan beberapa contoh penjelasan mengenai kaitan nilai-nilai tersebut dengan musik. Saling menghargai misalnya. Di dalam permainan musik solo maupun grup, biasanya akan selalu ada bagian yang mengiringi dan satu lagi merupakan bagian dari melodi lagu. Sebagai pengiring, sudah seyogyanya ia menghargai pemain soloist yang menampilkan melodi lagunya dengan cara bermain lebih lembut dan suara yang lebih pelan. Namun, di saat tertentu pengiring menjadi lebih menonjol, ketika bagian intro misalnya. Berarti dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, kita tahu kapan saatnya menonjol, kapan harus mengemukakan pendapat dan kapan harus menjadi tidak dominant dan menjadi supporter saja.
     Nilai kerja keras misalnya. Dalam pendidikan musik, kerja keras pasti dibutuhkan untuk menguasai instrument yang dipelajari. Namun, bagaimana bila siswa sebenarnya belajar musik karena paksaan? Ya itu tidak masalah kaitannya dengan nilai kerja keras ini. Hal ini memberikan makna bahwa terkadang di dalam kehidupan, meskipun kita tidak suka, kita tetap harus bekerja keras. kita tidak selalu hanya melakukan apa yang kita suka. Contoh nyata yang sering ditemukan adalah seringkali meskipun tidak menyukai suatu pekerjaan, seseorang harus tetap melakukan pekerjaannya untuk bertahan hidup.
     Tentu masih banyak contoh lainnya yang bisa dipetik. Penulis tidak tahu apakah kawan-kawan yang berkerja di bidang yang sama setuju atau tidak, tapi, itu yang penulis temukan di perjalanan hidup. Seperti kata seorang seniman Indonesia, Iskandar Surya Putra, akhirnya pekerjaan itu sendiri yang akan mengajari kita. Akhir kata, musik memang bagian dari hidup kita dan tak pernah terpisahkan.

No comments:

Post a Comment